Kamis, 05 Juli 2012

Ketika Syair Mengabadikan Lafadz Mulia
PART 1#

“Kakak, ayo kita main. Adek cendirian nih……” gadis yang manis itu dengan lincah mendekap pinggang kakaknya dengan manja. Sang kakak dengan spontan menghadap ke arah adiknya.
”Eh adik ? bentar ya, kakak lagi bantuin ibu nih. Bentaaar  aja.”
”Bantuin apa sih ?”
”Bantuin masak. Adek mau bantuin?”
”Iya. Adek mau belajar masak. Tapi nanti aja deh, adek mau maen dulu.”
”Ya udah. Sana maen dulu. Nanti kakak nyusul deh!”
”Beneran ya kak ?”
”Iya iya........”
Rahma langsung berlari menuju tempat dimana disitu banyak sekali mainan-mainan. Ada boneka beruang kecil yang dulu dibelikan oleh ibunya, ada telepon mainan yang dihadiahkan oleh ayahnya sewaktu ulang tahun ketika berumur empat tahun. Dan salah satu mainan kesayangannya yaitu tamagochi  yang dulu dibelikan oleh kedua kakaknya, Zilal dan Aulia. Setelah selesai membantu ibunya, Aulia langsung ke tempat adiknya yang sejak tadi menunggu kedatangannya untuk menemaninya bermain.
Tak lama kemudian. . . . . . . . . . . .
”Assalamu’alaikum ...................” terdengar suara salam dari luar pintu.
“Dek, ayah sudah datang. Ayo bukakan pintunya,  nanti ayah kasihan nunggu lama diluar.”
”Uh? Kakak aja yang buka.”
”Ya sudah, adik pilih bukakan pintu ayah apa manggil ibu?”
”Bukakan pintu ayah aja deh, kan lebih deket.”
Dengan tingkahnya yang lucu, dia langsung berlari membukakan pintu ayahnya yang sejak tadi telah menunggunya lama diluar.
”Wa’alaikumsalam ayah........”
Pintunya ia buka dan langsung mendekap kaki ayahnya.
”Iiiihhh....... putriku yang manis dan imut ini tambah pinter aja.” sambil menggendongnya.
”Iya dong. Kan anak ayah.” dengan polos ia menjawab
”Iya ayah. Tadi saja dek Rahma mau bantuin ibu masak, tapi ndak jadi.” mengambil tas yang dipegang oleh ayahnya.
”Kenapa ndak jadi ?”
”Kan adek masih kecil yah. Jadi adek nggak brani.”
Ayahnya tersenyum mendengar jawaban Rahma sambil berjalan menuju ruang keluarga lalu duduk.
”Ayah, mau dibuatin minuman apa?”
”Memang Rahma bisa mbuatin ayah minum?”
”Ya endak. Biyar nanti adek beritahu kak Aulia.”  Berbisik di telinga ayahnya.
“Owh...... kirain adek mau buatin minum. Mmm…….. teh saja deh!”
Rahma hanya membalas dengan senyuman lalu menghampiri kakaknya, Aulia yang setelah ia membawakan tas ayahnya, ia kemudian membantu ibunya menyiapkan makan siang di meja makan.
“Kak, ayah mau dibuatin teh tuh!”
“Iya dek.”
Tak lama, ia langsung menuju dapur dan membuatkan minuman ayahnya. Setelah siap untuk mengantar minuman, ibunya menghampiri.......
”Aulia, kamu teruskan menyiapkan makan siang aja. Biar ibu yang ngantarkan minuman ini ke ayah.”
Nggih bu.”
Lalu ibunya menuju ruang keluarga diikuti Rahma di belakang. Sesampainya, ibu menaruh teh di atas meja lalu duduk disamping ayah. Rahma menerobos duduk di antara ayah dan ibunya.
”Trima kasih bu,”
”Yah, sebentar lagi kan tahun terakhir Aulia di jenjang SMA, terus kita akan menyekolahkannya ke fakultas mana?”
”Kita tanyakan Aulia sendiri saja bu. Biar untuk yang ini dia yang memilih.”
”Baik kalau begitu yah.”
Tak lama, Aulia menghampiri mereka. . . . .  .
”Ayah, ibu, makan siang sudah siap.”
”Ayo bu kita makan. Ayah sudah lapar nih!”
”Baik yah.”
Sinar matahari telah hilang tergantikan oleh sorotan misbah-misbah. Alunan adzan telah terdengar merdu menyentuh hati setiap insan yang mendengarnya. Gemericik air mulai terdengar di penghujung masjid. Terlihat para insan berduyun-duyun pergi ke rumah Ilahi Robbi tuk melaksanakan kewajibannya.
Tak ketinggalan Aulia bersama keluarganya, mereka menuju mushola yang terletak tepat di samping taman rumahnya. Mushola itu hanya berukuran 3x4 meter yang hanya bisa diisi oleh keluarga besar Aulia. Warna dindingnya bercorak modern dengan cat dominan hijau yang sangat kalem.
Setelah selesai sholat,  keluarga Aulia langsung memasuki rumah terkecuali Aulia, ia berjalan ke taman dan melihat ke arah langit malam. Begitu banyak gemerlapan gemintang yang bertaburan di angkasa. Pandangannya berhenti tepat di salah satu bintang yang sangat terang di banding yang lain. . . . .

Subhanallah.......
Begitu indah ciptaanmu
Andaikan ku bisa memetik
Salah satu dari semua.....
Kan ku berikan kepada orang
Yang sangat-sangat aku.....
Sayangi......

Aulia terkesiap ketika ayahnya menepuk pundaknya.
”Sayang, ayo makan malam. Ibu dan adik sudah menunggu disana.”
”Eh....ayah.....iya ayah.”

0 komentar:

Posting Komentar