Ketika Syair Mengabadikan Lafadz Mulia
PART 1#
“Kakak, ayo kita main. Adek
cendirian nih……” gadis yang manis itu dengan lincah mendekap pinggang
kakaknya dengan manja. Sang kakak dengan spontan menghadap ke arah adiknya.
”Eh adik
? bentar ya, kakak lagi bantuin ibu nih. Bentaaar aja.”
”Bantuin
apa sih ?”
”Bantuin
masak. Adek mau bantuin?”
”Iya.
Adek mau belajar masak. Tapi nanti aja deh, adek mau maen dulu.”
”Ya
udah. Sana maen dulu. Nanti kakak nyusul deh!”
”Iya
iya........”
Rahma
langsung berlari menuju tempat dimana disitu banyak sekali mainan-mainan. Ada
boneka beruang kecil yang dulu dibelikan oleh ibunya, ada telepon mainan yang
dihadiahkan oleh ayahnya sewaktu ulang tahun ketika berumur empat tahun. Dan
salah satu mainan kesayangannya yaitu tamagochi yang dulu dibelikan oleh kedua kakaknya,
Zilal dan Aulia. Setelah selesai membantu ibunya, Aulia langsung ke tempat
adiknya yang sejak tadi menunggu kedatangannya untuk menemaninya bermain.
Tak
lama kemudian. . . . . . . . . . . .
”Assalamu’alaikum
...................” terdengar suara salam dari luar pintu.
“Dek,
ayah sudah datang. Ayo bukakan pintunya,
nanti ayah kasihan nunggu lama diluar.”
”Uh?
Kakak aja yang buka.”
”Ya
sudah, adik pilih bukakan pintu ayah apa manggil ibu?”
”Bukakan
pintu ayah aja deh, kan lebih deket.”
Dengan
tingkahnya yang lucu, dia langsung berlari membukakan pintu ayahnya yang sejak
tadi telah menunggunya lama diluar.
”Wa’alaikumsalam
ayah........”
Pintunya
ia buka dan langsung mendekap kaki ayahnya.
”Iiiihhh.......
putriku yang manis dan imut ini tambah pinter aja.” sambil menggendongnya.
”Iya
dong. Kan anak ayah.” dengan polos ia menjawab
”Iya
ayah. Tadi saja dek Rahma mau bantuin ibu masak, tapi ndak jadi.” mengambil tas
yang dipegang oleh ayahnya.
”Kenapa
ndak jadi ?”
”Kan
adek masih kecil yah. Jadi adek nggak brani.”
Ayahnya
tersenyum mendengar jawaban Rahma sambil berjalan menuju ruang keluarga lalu
duduk.
”Ayah,
mau dibuatin minuman apa?”
”Memang
Rahma bisa mbuatin ayah minum?”
”Ya
endak. Biyar nanti adek beritahu kak Aulia.” Berbisik di telinga ayahnya.
“Owh...... kirain adek mau buatin
minum. Mmm…….. teh saja deh!”
Rahma
hanya membalas dengan senyuman lalu menghampiri kakaknya, Aulia yang setelah ia
membawakan tas ayahnya, ia kemudian membantu ibunya menyiapkan makan siang di
meja makan.
“Kak, ayah mau dibuatin teh tuh!”
“Iya dek.”
Tak lama, ia langsung menuju dapur
dan membuatkan minuman ayahnya. Setelah siap untuk mengantar minuman, ibunya
menghampiri.......
”Aulia, kamu teruskan menyiapkan
makan siang aja. Biar ibu
yang ngantarkan minuman ini ke ayah.”
”Nggih
bu.”
Lalu ibunya menuju ruang keluarga
diikuti Rahma di belakang. Sesampainya, ibu menaruh teh di atas meja lalu duduk
disamping ayah. Rahma menerobos duduk di antara ayah dan ibunya.
”Trima kasih bu,”
”Yah, sebentar lagi kan tahun
terakhir Aulia di jenjang SMA, terus kita akan menyekolahkannya ke fakultas
mana?”
”Kita tanyakan Aulia sendiri saja bu.
Biar untuk yang ini dia yang memilih.”
”Baik
kalau begitu yah.”
Tak
lama, Aulia menghampiri mereka. . . . .
.
”Ayah,
ibu, makan siang sudah siap.”
”Ayo bu
kita makan. Ayah sudah lapar nih!”
”Baik
yah.”
Sinar
matahari telah hilang tergantikan oleh sorotan misbah-misbah. Alunan adzan
telah terdengar merdu menyentuh hati setiap insan yang mendengarnya. Gemericik
air mulai terdengar di penghujung masjid. Terlihat para insan berduyun-duyun
pergi ke rumah Ilahi Robbi tuk melaksanakan
kewajibannya.
Tak
ketinggalan Aulia bersama keluarganya, mereka menuju mushola yang terletak
tepat di samping taman rumahnya. Mushola itu hanya berukuran 3x4 meter yang
hanya bisa diisi oleh keluarga besar Aulia. Warna dindingnya
bercorak modern dengan cat dominan hijau yang sangat kalem.
Setelah
selesai sholat, keluarga Aulia langsung
memasuki rumah terkecuali Aulia, ia berjalan ke taman dan melihat ke arah
langit malam. Begitu banyak gemerlapan gemintang yang bertaburan di angkasa.
Pandangannya berhenti tepat di salah satu bintang yang sangat terang di banding
yang lain. . . . .
Subhanallah.......
Begitu indah ciptaanmu
Andaikan ku bisa memetik
Salah satu dari semua.....
Kan ku berikan kepada orang
Yang sangat-sangat aku.....
Sayangi......
Aulia
terkesiap ketika ayahnya menepuk pundaknya.
”Sayang,
ayo makan malam. Ibu dan adik sudah menunggu disana.”
”Eh....ayah.....iya
ayah.”
0 komentar:
Posting Komentar