PART 2#
”Assalamu’alaikum......” terdengar salam di luar pintu.
“Wa’alaikumussalam......eh,
mas Zilal. Kok malam mas pulangnya? Ayah sama ibu nunggu lama tuh di ruang
tengah.” Kata Aulia setelah ia membukakan pintu kakanya.
“Oh,
iya dek.”
Setelah
Zilal menuju kamar untuk menaruh tasnya, ia berlanjut ke ruang tengah menemui orang-orang yang sangat ia
cintai, ayah dan ibunya.
“Assalamu’alaikum.....”
sambil mencium tangan ayah dan ibunya.
“Wa’alaikumussalam......kok
lama nak pulangnya?”
”Maaf
bu, setelah kuliah tadi saya jenguk
teman saya di rumah sakit.”
”Lain
kali kalau mau pergi izin dulu ke rumah, telfon kan bisa.” kata ayahnya.
”Iya
ayah maaf. Tadi keburu jadi ndak sempat telfon.”
”Ya
sudah, ndak papa.”
”Yah, apa
tadi ada telfon dari redaksi?”
Memang,
selain kuliah Zilal juga mengisi waktunya dengan menulis artikel-artikel yang
akan dikirimkan ke redaksi majalah Al- Hikmah
”Ndak
ada Zil. Memang kenapa?”
”Ndak
papa yah. Zilal ke kamar dulu ya yah, bu.”
”Iya
nak.”
Dikamarnya,
Aulia sedang menulis rangkaian huruf-huruf yang akan dijadikan ramuan dalam
artikelnya. Kakak beradik itu memang berhobi sama, sama-sama menyukai artikel. Tapi sayang, Aulia hanya menuangkan kegemarannya dalam bentuk hobi saja. Tidak
seperti Zilal, ia mengirimkan hasil artikelnya untuk dimuat dalam majalah.
Keesokan
harinya, seperti biasa Aulia berangkat ke sekolah di antar oleh kakaknya. Ia
tidak diperbolehkan dahulu membawa sepeda motor walaupun ia sudah meyakinkan
orang tuanya bahwa ia bisa. Tapi apa boleh buat, perintah orang tua harus
diikuti asalkan tidak mengandung perintah yang dilarang oleh islam. Di sekolah,
Aulia terkenal anak yang jenius, suka menolong dan baik budinya. Tak salah
kalau teman laki-lakinya banyak yang mengagumi.
Dulu ada
salah satu temannya laki-laki yang mengungkapkan hatinya lewat puisi. Salah
satunya. . . . .
Begitu sempurna
akan ciptaannya
Hingga tercipta
nisa’ sesempurna dirimu
Memang tak ada yang
sempurna didunia yang fana ini
Tapi menurut
diriku
Kaulah salah
satu bidadari dunia
Yang tercipta
untukku......
Tapi Aulia menolaknya, sebab ia berpikir ia masih belum
cukup umur untuk berpacaran. Orang tuanya juga melarang sebab itu hanya bisa
mengganggu kegiatan belajarnya.
Bel
pulang berbunyi. Tak terasa waktu begitu cepat dan rasa lelah mulai terasa
merebah badan, lapar dan dahaga pun mulai menyeruak keseluruh tubuh.
Lelah
Aulia berjalan. Ia letakkan tas diatas meja. Ia rebahkan
badannya diatas kasur. Ia bangkit sejenak tuk membuka jendela.
Semilir
angin berhembus melewati jendela kamar yang terbuka. Partikel-partikel cahaya
masuk melalui celah-celah atap rumah. Seakan membuat pikiran adem.........
Huh! Sungguh hari yang melelahkan.
Sesaat
ia teringat dengan sepucuk surat yang ia temukan dijalan menuju perpustakaan
tadi siang di sekolah. Seraya ia bangkit dari tidurnya dan
mengambil surat itu di dalam tasnya.
Perlahan
ia membuka lipatan kertas yang berisikan........
Aku sendiri di malam ini
Tak pernah ku isi dengan sesuatu yang berarti
Merenung di kegelapan dibilik yang sunyi
Tulus hanya kau teman pengisi sunyi
Kutemukan.....
Sebuah nama dalam kesunyian
Berselimut kekuatan
Memancarkan keagungan
Kubaca .....
Segala misal perumpamaan
Pengajaran
Teguran
Yang mengingatkan
Hati insan yang penuh kekhilafan
Segala misal perumpamaan
Pengajaran
Teguran
Yang mengingatkan
Hati insan yang penuh kekhilafan
Q-A2SYA
Ia
baca dari awal sampai akhir. Betapa kagumnya ia dengan puisi itu. Ada sesuatu
yang bergetar dalam hatinya ketika membaca puisi itu. Disisi lain ia terkejut
ketika melihat nama si penulis. Q – A2sya.
Mengapa ia memakai nama pena? Kenapa
bukan nama asli? Huh! Jadi penasaran. Ucapnya dalam hati.
Kemudian
ia lipat kembali kertas yang berisikan puisi itu dan menaruhnya di laci meja
belajar.
Malam
harinya seperti biasa, setelah makan malam ia langsung menuju kamarnya untuk
belajar. Ia baca sederetan soal-soal dan mencoba untuk menjawabnya. Ia tuliskan
suatu kalimat di catatan ponselnya yang memungkinkan dia untuk bisa selalu
mengingatnya. Sebuah kalimat yang menjadi momok bagi para siswa dalam akhir
tahun pembelajarannya. UNAS. Mungkin, bagi siswa yang pintar itu hal yang
mudah. Tapi jangan salah, malah banyak siswa yang pintar yang tidak lulus dalam
ujian tersebut.
Bagi
Aulia, belajar dan berdo’a itu adalah kunci dari sukses
”Aulia!”
suara ibunya dari luar terdengar keras memanggil.
”Ya bu!”
”Sini sebentar nak! Ayah sama ibu
mau bicara.”
Ia
bergegas keluar kamar menuju orang-orang tersayang dalam hatinya. Ia tak mau
membuat orang tuanya menunggu lama.
”Ada
apa yah, bu?”
”Gini
nak. Tak lama kamu kan lulus, setelah itu kamu mau melanjutkan kemana nduk?”
ayahnya memulai pembicaraan.
”Terserah
ayah sama ibu saya mau dikuliahkan kemana.”
”Gimana
kalau kuliah di Universitasnya mas?”
”Terserah
ibu, saya setuju kok. Tapi disisi lain saya juga ingin dipondok bu”
”Di pondok???”
jawab orang tuanya bersamaan. Mereka heran mengapa tiba-tiba anak kedua mereka
itu ingin tinggal dipondok.
”Ya
sudah. Insya Allah besok kami rundingkan dulu nduk.”
”Tapi
yah, kalau saya kuliah izinkan untuk bawa motor sendiri ya, yah?”
”Bagaimana
menurut ibu?”
”Kalau
ibu sih terserah ayah saja.”
”Mmm. .
. . .”
”Ayolah
yah.....” sambil merayu
”Baiklah,
tapi janji ! anak ayah nggak boleh kebut-kebutan.”
”Oke
yah. Terima kasih.”
Setelah
pembicaraan selesai, ia menghampiri kamar kakaknya yang tidak jauh dari
kamarnya.
”Maass.....”
ia ketuk pintunya.
”Iya dek,
masuk.”
”Mas
ngapain??”
”Lagi
buat artikel buat dikirim ke redaksi. Tumben kamu kesini? Kayaknya adek kakak
lagi seneng banget ya?? Senyam-senyum terus.”
”Gini
mas, kuliah nanti Aulia boleh bawa motor sendiri.”
“Alhamdulillah
kalau begitu. Berarti mas gak capek-capek lagi nganterin kamu.”
Aulia
cemberut. Memang ia kasihan kepada kakaknya yang selama 3 tahun mengantarkannya.
Pernah, ia bangun kesiangan dan kakaknya harus berangkat lebih pagi karena ada
kegiatan dikampusnya, tetapi dengan setia ia menunggu adiknya. Pada saat itu
Aulia merasa bersalah pada kakaknya dan berjanji tidak akan mengulangi.
”Maaf
dek, suma bercanda kok. Apa sih yang enggak buat adekku tersayang.” Sambil
mengelus-elus kepalanya.
“Trima
kasih ya kak.” merangkulnya dengan penuh cinta.
”Sama-sama adekku. By the way kamu
gak belajar?”
“Belajar kak. Adek masih pengen
mengistirahatkan otak dulu. Biar nggak terlalu stress dengan pelajaran yang
begitu rumit.” Sambil ia melihat-lihat hasil karya kakaknya dilayar monitor
komputer.
“Emang gimana tadi pelajarannya?”
“Sulit sekali kak. apalagi matematika
yang golongannya peluang, statistik. Haduh….bikin pusing kepala.”
“Oh…mengulang
pelajaran kelas dua ya? Namanya juga relajar dek. Lama-lama kamu
bisa kok. Semangat. Jangan gampang menyerah hanya dengan pelajaran seperti itu.
Memang kalau otakmu lagi nggak fresh, pelajaran akan nggak masuk kesana. Jadi
buat enjoy aja.”
“Iya
kak. Bagus-bagus karya sampean.
Kapan-kapan aku diajari ya kak buat artikel.”
”Iya,
insya Allah. Udah sana, kembali ke kamar. Belajar yang
giat.”
0 komentar:
Posting Komentar